Penulis: Alfonsius JP Siringoringo
Proses bangsa yang menegara memberikan gambaran
tentang bagaimana terbentuknya bangsa, di mana sekelompok manusia yang berada
di dalamnya merasa sebagai bagian dari bangsa. Negara merupakan organisasi yang
mewadahi bangsa. Bangsa tersebut merasakan pentingnya keberadaan Negara,
sehingga tumbuhlah kesadaran untuk mempertahankan tetap tegak dan utuhnya
Negara melalui upaya bela Negara. Upaya ini dapat terlaksana dengan baik
apabila tercipta pola pikir, sikap dan tindak/perilaku bangsa yang berbudaya
yang memotivasi keinginan untuk membela Negara: bangsa yang berbudaya, artinya
bangsa yang mau melaksanakan hubungan dengan penciptanya/”Tuhan” disebut Agama;
bangsa yang mau berusaha, untuk memenuhi kebutuhan hidupnya disebut Ekonomi;
bangsa yang mau berhubungan dengan lingkungan, sesama, dan alam sekitarnya
disebut Sosial; bangsa yang mau hidup aman tentram dan sejahtera dalam Negara
disebut Pertahanan dan Keamanan.
Pada zaman modern adanya Negara lazimnya
dibenarkan oleh anggapan atau pandangan kemanusiaan. Demikian pula halnya
dengan bangsa Indonesia. Alinea Pertama Pembukaan UUD 1945 merumuskan bahwa
adanya Negara Kesatuan Republik Indonesia ialah karena kemerdekaan adalah hak
segala bangsa sehingga penjajahan yang bertentangan dengan peri kemanusiaan dan
peri keadilan harus di hapuskan. Apabila “dalil” ini kita analisis secara
teoritis, hidup berkelompok baik masyarakat,berbangsa maupun bernegara
seharusnya tidak mencerminkan eksploitasi sesama manusia (penjajahan) melainkan
harus berperikemanusiaan dan berperikeadilan. Inilah teori pembenaran paling
mendasar dari bangsa Indonesia tentang bernegara. Hal yang kedua yang
memerlukan suatu analisis ialah bahwa kemerdekaan merupakan hak segala bangsa.
Tetapi dalam penerapannya sering timbul pelbagai ragam konsep bernegara yang
saling bertentangan. Perbedaan konsep tentang Negara yang dilandasi oleh
pemikiran ideologis adalah penyebab utamanya. Karena itu, kita perlu memahami
filosofi ketatanegaraan tentang makna kebebasan atau kemerdekaan suatu bangsa
dalam kaitannya dengan ideologinya. Namun di zaman modern, teori yang universal
ini tidak diikuti orang. Kita mengenal banyak bangsa yang menuntut bangsa yang
sama. Orang kemudian beranggapan bahwa untuk memperoleh pengakuan dari bangsa
lain, suatu Negara memerlukan mekanisme yang lazim disebut proklamasi
kemerdekaan. Pertama, terjadinya
Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan suatu proses yang tidak sekadar
dimulai dari proklamasi. Perjuangan kemerdekaan pun mempunyai peran khusus
dalam pembentukan ide-ide dasar yang dicita-citakan. Kedua, Proklamasi baru “mengantar bangsa Indonesia” sampai ke pintu
gerbang kemerdekaan. Adanya proklamasi tidak berarti bahwa kita telah
“selesai”bernegara. Ketiga, Keadaan
bernegara yang kita cita-citakan belum tercapai hanya dengan adanya
pemerintahan, wilayah, dan bangsa, melainkan harus kita isi untuk menuju
keadaan merdeka, berdaulat, bersatu, adil dan makmur. Keempat, terjadinya Negara adalah kehendak seluruh bangsa, bukan
sekadar keinginan golongan yang kaya dan yang pandai atau golongan ekonomi
lemah yang menentang golongan ekonomi kuat seperti dalam teori kelas. Kelima, Religiositas yang tampak pada
terjadinya Negara menunjukkan kepercayaan bangsa Indonesia terhadap Tuhan Yang
Maha Esa. Unsur kelima inilah yang kemudian diterjemahkan menjadi pokok-pokok
pikiran keempat yang terkandung di dalam Pembukaan UUD 1945, yaitu bahwa
Indonesia bernegara berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa yang (pelaksanaannya)
didasarkan pada kemanusiaan yang adil dan beradab.
Negara kebangsaan yang berbentuk kepulauan
Indonesia terbentuk dengan karakteristik unik dan spesifik. Berbeda dengan
Jerman, Inggris, Prancis, Italia, Yunani serta Negara-negara Eropa Barat
lainnya, yang menjadi suatu negara bangsa (nation state) karena kesamaan
bahasa. Atau Australia, dan juga negara-negara Asia Selatan lainnya, yang
menjadi satu bangsa karena kesamaan wilayah daratan. Latar belakang historis
dan kondisi sosiologis, antropologis dan geografis Indonesia yang unik dan
spesifik seperti, bahasa, etnik, atau suku bangsa, ras dan kepulauan menjadi
komponen pembentuk bangsa yang paling fundamental dan sangat berpengaruh
terhadap realitas kebangsaan Indonesia saat ini.
Negara kebangsaan kita juga terbentuk atas
prakarsa dan usaha yang “berdarah-darah” dari founding fathers dan seluruh
pejuang Indonesia, yang tanpa kenal lelah keluar masuk penjara dan dibuang ke
tempat pengasingan, serta gugur sebagai pahlawan bangsa, oleh pemerintah
kolonial atau penjajah guna memantapkan rasa dan semangat kebangsaan Indonesia
yang resminya lahir pada Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928-sebelumnya diawali
dengan terbentuknya Budi Utomo pada 20 Mei 1908 yang menandai Kebangkitan
Nasional Indonesia. Negara kebangsaan Indonesia lahir melalui proklamasi
kemerdekaan 17 Agustus 1945 dan UUD 1945 yang ditetapkan oleh PPKI pada 18
Agustus 1945, yang pada bagian pembukaannya memuat Pancasila sebagai dasar
negara. Pancasila merupakan sublimasi dan kristalisasi dari pandangan hidup
(way of life) dan nilai-nilai budaya luhur bangsa yang mempersatukan bangsa
kita yang beraneka ragam suku atau etnik, ras, bahasa, agama, pulau, menjadi
bangsa yang satu, Indonesia. Keterkaitan nilai-nilai Pancasila itulah, maka
Pancasila sebagai sebuah momen bangsa, bahkan jelas Kuntowijoyo (1994) ”sebagai
puncak pemikiran tentang hati nurani yang terdalam, dan sekaligus suatu dokumen
hidup yang secara terus menerus dapat dipakai sebagai referensi.”
No comments:
Post a Comment