Penulis: Alfonsius JP Siringoringo
Dengan demikian,
gagasan-gagasan dasar yang dikemukakan oleh ideologi Pancasila sebagai falsafah
negara, sesungguhnya dapat ditelusuri di dalam Undang-Undang Dasar 1945, karena
secara konstitusional itu telah menjadi pijakan bernegara dan berbangsa.
Sebagaimana dijelaskan oleh PadmoWahjono (1993: 235) yaitu sebagai berikut:
• Mengenai bermasyarakat, yang kita jumpai nilai-nilai dasarnya di alinea I Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945;
• Mengenai bernegara, yang kita jumpai pada alinea II Pembukaan;
• Mengenai terjadinya negara, yang kita jumpai pengertiannya di dalam alinea III Pembukaan;
• Mengenai tujuan bernegara, pengertian kerakyatan atau demokrasi, dan kedaulatan rakyat atau kekuasaan tertinggi di dalam negara yang berada pada rakyat, kesemuanya dirumuskan di dalam alinea IV Pembukaan.
Jadi, setiap negara lahir dan berdiri, sesungguhnya karena didasari oleh suatu cita-cita dan tujuan yang ingin diraihnya dalam penyelenggaraan bernegara bagi kehidupan masyarakatnya. Cita-cita yang ingin diraih itu, diwujudkannya dalam ideologi negara tersebut sebagai pijakan arah perjuangannya. Tanpa memiliki cita-cita dan tujuan, tampak akan kehilangan arah dalam merealisasikannya. Itu sebabnya, setiap pemahaman atau konsep tentang negara bergantung pada pemahaman atau konsep yang tepat tentang tujuan-tujuan Negara. Persoalannya apa tujuan-tujuan lembaga yang disebut Negara? Jellinek membagi dua tujuan Negara, yaitu yang objektif dan subjektif. Objektif dibagi dalam objektif universal/umum dan objektif partikuler/khusus.
a. Alenia kedua, …Negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
b. Untuk mencapai tujuannya itu, maka dibentuklah suatu Pemerintahan Negara yang mempunyai fungsi seperti nampak pada tujuan (menurut Jellinek adalah alat yang saling bertukaran dengan tujuan), yaitu:
• Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia;
• Memajukan kesejahteraan umum;
• Mencerdaskan kehidupan bangsa; dan
• Ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Reformasi telah berlangsung sekitar 11 tahun. Perjalanan kehidupan
negara dan bangsa masih saja jauh dari harapan. Dengan perkataan lain,
perjalanan kehidupan negara bangsa ini, apakah telah tumbuh sebagaimana yang
diharapkan para pendiri bangsa (founding fathers)? Apakah kita sebagai bangsa
Indonesia mempunyai ukuran-ukuran implementatif untuk merajut hidup dan
kehidupan yang beradab yang dioperasionalisasikan dari nilai-nilai Pancasila sebagai
ideologi negara ini?
Memang, bila menengok ke belakang, nilai-nilai Pancasila dalam
pelaksanaannya berulang kali diselewengkan oleh rezim, karena proses politik
yang kerapkali memanipulasi Pancasila hanya demi kekuasaan semata. Nilai-nilai
Pancasila yang sesungguhnya hampir tidak bisa dielakkan oleh siapapun, karena
mengandung nilai-nilai kemanusiaan dalam tataran implementasinya justru
sebaliknya. Dengan perkataan lain, makna tentang Pansasila untuk mengguide
(membimbing) dan membantu kita dalam pemahaman bernegara dan berbangsa,
acapkali direduksi oleh wilayah kepentingan tertentu. Dengan perkataan lain,
Pancasila yang mengandung nilai-nilai dasar yang relevan dengan proses dinamika
kehidupan berbangsa dan bernegara, baik secara filosofis, yuridis, maupun
sosiologis, justru ditinggalkan.
Dalam konteks inilah atau untuk menciptakan SDM yang berkualitas dan
handal maka salah satu yang diperlukan, yaitu suatu sistem dan produk
pendidikan yang tidak saja berfungsi sebagai mekanisme kelembagaan pokok untuk mengembangkan
keahlian dan pengetahuan, namun juga mengupayakan terciptanya sumber daya
manusia (SDM) yang mampu berpikir kritis, komprehensif dan integral dengan
dilandasi oleh kepribadian yang mantap dalam menjunjung tinggi moralitas dan
kearifan lokal yang ada, tumbuh dan berkembang dalam kehidupan negara bangsa.
Artinya, bahwa setiap negara dan bangsa di manapun tentu memiliki
filsafat hidupnya. Pancasila sebagai falsafah negara bangsa ini, dan ideologi
merupakan suatu sistem nilai yang memberikan motivasi, tekad dan berjuang.
Ideologi sesungguhnya merupakan kebulatan ajaran tentang kehidupan yang
dicita-citakan (pandangan hidup) kenegaraan dan kemasyarakatan. Atau ideologi
sebagai suatu gagasan yang berdasarkan suatu idea tertentu, yang menjadi pedoman
perjuangan untuk mewujudkan idea tersebut. Bagi bangsa dan negara Indonesia
yang dimaksud ideologi adalah Pancasila sebagai pandangan hidup, jiwa dan
kepribadian, dasar negara Indonesia. Pancasila menjadi pegangan dan pedoman
bagaimana bangsa Indonesia memecahkan masalah-masalah politik, ekonomi, sosial
dan budaya yang timbul dalam gerak masyarakat yang semakin majemuk.
Dengan demikian, ideologi memberikan dasar etika pelaksanaan kekuasaan
politik, dapat mempersatukan rakyat suatu negara. Ideologi memungkinkan adanya
komunikasi simbolis antara pemimpin dengan yang dipimpin untuk berjuang bahu
membahu demi prinsip kepentingan bersama. Ideologi juga memberikan pedoman
untuk memilih kebijakan.
Para pendiri bangsa yang diwujudkan dalam Undang-Undang Dasar 1945.
Ideologi Pancasila bersumber pada cara pandang integralistik yang mengutamakan
gagasan tentang negara yang bersifat persatuan. Ideologi Pancasila sebagai
suatu kesatuan tata nilai tentang gagasan-gagasan yang mendasar, yang
didasarkan pada pandangan hidup bangsa, yang merupakan jawaban terhadap
diperlukannya falsafah dasar negara Republik Indonesia.
Dalam kaitannya Pancasila sebagai falsafah bernegara dan berbangsa,
telah dirumuskan dalam Pembukaan UUD 1945 alinea ke 4 sebagai berikut: ”… maka
disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar
Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia
yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa.
Kemanusiaan yang adil beradab. Persatuan Indonesia dan Kerakyatan yang dipimpin
oleh hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/perwakilan serta dengan
mewujudkan suatu keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia”.
Maksudnya, bahwa Pancasila mampu mempersatukan seluruh rakyat Indonesia
yang plural dengan persamaan dalam perbedaan, menjadi sumber dari segala sumber
hukum dalam tatanan bernegara, tatanan dinamika gerak kenegaraan atau
pemerintahan, tatanan hidup kehidupan beragama, tatanan hukum, tatanan
pekerjaan yang layak dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan, tatanan
kesejahteraan sosial atau perekonomian, tatanan pertahanan keamanan, tatanan
pendidikan dan sebagainya, yang secara instruksionalnya tergambarkan dalam
pasal-pasal konstitusi Undang-Undang Dasar 1945 yang mengikat dalam penyelenggaraan
bernegara.
Pancasila sebagai ideologi, sesungguhnya mengandung dimensi ideologi
murni dan praktis. Kuntowijoyo (1994) menjelaskan bahwa: Ideologi murni lahir
dari khazanah sejarah masa lampau, sedangkan ideologi praktis dapat diamati
sepanjang perjalanan sejarahnya. Kalau latar belakang budaya dan nilai-nilai
luhur bangsa Indonesia telah menjadi dasar penyusunan sila-sila Pancasila, maka
pengalaman sejarah dalam Revolusi Kemerdekaan, periode percobaan dengan
demokrasi liberal, periode demokrasi terpimpin, dan periode pembangunan
sekarang ini ( Orde Baru – penjelasan penulis) menjadi dasar bagi penyusunan
ideologi praktis itu. Sebuah ideologi mengandung kedua unsur, murni dan
praktis, yang masing-masing akan saling menunjuk. Jika ideologi murni itu
kurang lebih permanen, maka ideologi praktis dapat saja berubah.
Bahkan lanjut Kuntowijoyo, selain itu, sebuah ideologi mempunyai unsur
yang penting yaitu idealisme. Maka ketika kita berbicara Ideologi Pancasila
sebagai hasil dari sebuah proses, sejarah merupakan satu-satunya pembenar
terhadap ideologi. Ideologi juga dimaksudkan untuk mengubah sejarah, dalam arti
bahwa ia mempunyai rujukan dalam aktualisasi, tetapi tidak semata-mata menyerah
kepada perintah-perintah sejarah yang dipaksakan…… hubungan antara ideologi
murni dengan realitas sejarah diwujudkan dalam ideologi praktisnya, yaitu
bagaimana seharusnya realitas itu ditafsirkan dan diberikan jalan ke pemecahan
persoalan-persoalannya. Pendekatan sebuah ideologi seperti Ideologi Pancasila
bukanlah semata-mata sebuah praxis, tetapi juga sebuah nilai, cita-cita,
harapan, bahkan sebuah impian yang ingin diwujudkan.
• Mengenai bermasyarakat, yang kita jumpai nilai-nilai dasarnya di alinea I Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945;
• Mengenai bernegara, yang kita jumpai pada alinea II Pembukaan;
• Mengenai terjadinya negara, yang kita jumpai pengertiannya di dalam alinea III Pembukaan;
• Mengenai tujuan bernegara, pengertian kerakyatan atau demokrasi, dan kedaulatan rakyat atau kekuasaan tertinggi di dalam negara yang berada pada rakyat, kesemuanya dirumuskan di dalam alinea IV Pembukaan.
Jadi, setiap negara lahir dan berdiri, sesungguhnya karena didasari oleh suatu cita-cita dan tujuan yang ingin diraihnya dalam penyelenggaraan bernegara bagi kehidupan masyarakatnya. Cita-cita yang ingin diraih itu, diwujudkannya dalam ideologi negara tersebut sebagai pijakan arah perjuangannya. Tanpa memiliki cita-cita dan tujuan, tampak akan kehilangan arah dalam merealisasikannya. Itu sebabnya, setiap pemahaman atau konsep tentang negara bergantung pada pemahaman atau konsep yang tepat tentang tujuan-tujuan Negara. Persoalannya apa tujuan-tujuan lembaga yang disebut Negara? Jellinek membagi dua tujuan Negara, yaitu yang objektif dan subjektif. Objektif dibagi dalam objektif universal/umum dan objektif partikuler/khusus.
Tentang tujuan Negara yang objektif universal, jauh hari sudah
dibicarakan sejak Plato. Aliran ini mendeskripsikan tujuan Negara adalah dirinya
sendiri, Negara sendiri merupakan tujuan, karena Negara sebagai organisme.
Tujuan Negara yang objektif partikuler, dipilih dan ditetapkan oleh Negara
masing-masing berdasarkan perkembangan sejarahnya sendiri. Adapun tujuan Negara
yang subyektif bahwa tujuan-tujuan Negara beraneka ragam berdasarkan pandangan
masing-masing negara hingga kepada aspek-aspek dan sifat-sifat tujuan itu
sendiri secara khusus individual.
Bagaimana tujuan
Negara Indonesia sendiri? Tujuan Negara RI dapat disimak pada Pembukaan UUD
1945:a. Alenia kedua, …Negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
b. Untuk mencapai tujuannya itu, maka dibentuklah suatu Pemerintahan Negara yang mempunyai fungsi seperti nampak pada tujuan (menurut Jellinek adalah alat yang saling bertukaran dengan tujuan), yaitu:
• Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia;
• Memajukan kesejahteraan umum;
• Mencerdaskan kehidupan bangsa; dan
• Ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Tujuan Negara RI mempunyai tujuan bersifat objektif particular, namun
dalam menyimak fungsi pemerintahan Negara RI, mempunyai tujuan universal.
seperti ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan
sosial.
Peran dan fungsi ideologi Pancasila terhadap penyelenggaraan
pemerintahan negara Indonesia hendaknya dilihat Pancasila sebagai
dasar/ideologi negara yang telah dirumuskan dalam Pembukaan UUD 1945 dan
jabarannya dalam pasal-pasal (termasuk yang telah diamandemen).
Ketentuan-ketentuan dalam konstitusi (UUD 1945) merupakan kebijakan umum
nasional yang telah ditetapkan wakil-wakil rakyat di dalam sidangnya, dan
kebijakan yang bersifat umum tersebut diperinci dalam bentuk perundang-undangan
yang dibuat pemerintah bersama-sama dengan DPR. Penentuan kebijakan umum Negara
tersebut, berikutnya fase implementasi kebijakan tersebut.
Nilai-nilai Pancasila sebagai falsafah dan ideologi nasional Negara
Republik Indonesia, niscaya dapat terinternalisasi di dalam kehidupan bernegara
dan berbangsa, melalui sosialisasi nilai-nilai Pancasila tersebut yang tidak
bersifat indoktrinasi, sehingga dapat membudaya di kalangan masyarakat. Bila
itu dirumuskan dalam konseptualisasi kebijakan bernegara dan berbangsa, maka nilai-nilai
Pancasila sebagai ideologi nasional dapat berkembang dan bertahan terhadap
gempuran ideologi-ideologi lain. Ini berarti, penyelenggaraan pemerintahan
Negara Indonesia, dapat merumuskan dan mengambil langkah-langkah yang tepat
dalam setiap kebijakan-kebijakannya. Namun dapat pula terjadi sebaliknya, bila
memang nilai-nilai Pancasila sebagai ideologi nasional, hanya dijadikan sebagai
alat politik kekuasaan pemegang kekuasaan, tentu saja ideologi Pancasila
semakin terpinggirkan di bumi nusantara ini, dan terdesak, bahkan luntur oleh
ideologi lain.
No comments:
Post a Comment