Penulis: Alfonsius JP Siringoringo
Lahir
di negeri yang memiliki kekayaan alam tak terhingga dan pesona yang tiada
habisnya adalah menjadi suatu kebanggaan bagi saya. Mengapa tidak,
bangsa-bangsa dan orang-orang di luar sana pastilah sangat iri dengan semua yang
dimiliki negeriku tercinta, mulai dari kekayaan alam dan kebudayaannya, maka
tidak heran jika banyak bangsa di luar sana yang ingin memilikinya dengan
cara-cara picik dan mengklaimnya sebagai kepunyaan mereka.
Siapa
yang tidak kenal dengan Candi Borobudur? Bangunan yang telah mendunia ini
merupakan salah satu bukti betapa majunya peradaban bangsaku di zaman itu. Mengapa
saya berani mengatakannya, karena di zamannya tidak ada bangunan yang semegah
Borobudur di dunia ini, benar kan? Saya membayangkan betapa majunya peradaban
manusia saat itu yang bisa membangun bangunan seindah, sekokoh dan semegah Borobudur.
Namun
sekarang, ketika saya beranjak dewasa, saya mulai bertanya-tanya tentang
kebesaran bangsa ini. Peradaban bangsa ini jauh tertinggal dari bangsa-bangsa
luar yang dulunya masih belum ada apanya dibanding bangsa ini.
Di
saat negara-negara lain tengah bersatu untuk membangun dan memajukan negaranya,
kita masih sibuk berkutat mempermasalahkan hal-hal yang tidak perlu
dipermasalahkan. Ketika status negara berkembang berubah menjadi negara maju,
para pemimpin kita masih sibuk untuk mempertahankan status kita sebagai negara
besar yang berkembang. Ketika generasi muda sendiri sudah tidak peduli lagi
dengan kebudayaannya, orang-orang luar malah berebut untuk belajar budaya kita
bahkan ingin mengklaim apa yang bangsa kita punya.
Di
tengah para pemimpin kita sibuk meributkan masalah paham, ideologi bahkan
agama, mereka tidak tahu bahwa banyak aset dan milik bangsa yang telah hilang diambil
oleh orang asing di luar sana. Rasa kekeluargaan, saling menghormati dan
gotong-royong yang dulu diajarkan setiap hari di sekolah, sepertinya hanya
teori belaka saja ketika kita masih menonton dan mendengar berbagai kasus
pertengkaran, peperangan, tawuran dan kekerasan yang mengatasnamakan suku,
agama maupun ras tertentu di berbagai daerah.
Sungguh
ironis memang melihat kenyataan yang ada sekarang, dimana ketika Tuhan melalui
para founding father kita telah memberi kemerdekaan dan mengaruniakan semua
kekayaan kepada negeri kita, tetapi kita tidak bisa menjaga dan memelihara
amanah tersebut dengan baik. Akankah ada suatu generasi yang peduli dan cinta
terhadap negerinya sendiri bukan hanya dengan perkataan-perkataan manis di
mulut saja, tetapi melalui perbuatan dan tindakan nyata mereka dalam membangun
negeri yang sudah semakin terpuruk ini, walau sekecil apapun itu? Jangan putus
asa dan berhenti berharap, mulailah dari diri sendiri, sekecil apapun aksi yang
kau buat, akan membawa dampak yang positif bagi negeri ini untuk ke depannya,
serta janganlah lupa untuk selalu berdoa dan andalkan Yang Maha Kuasa.
Kiranya
Tuhan menyertai dan memberkati kita semua.
si miskin dan si kaya |
No comments:
Post a Comment