Oleh:
Alfonsius Siringoringo
Dalam
hal pemasukan partai politik, setidaknya hanya terdapat tiga sumber pendanaan,
yaitu dari iuran anggota, sumbangan yang sah menurut hukum serta bantuan keuangan
dari APBN/APBD. Ketiga sumber pemasukan tersebut, tentu saja masih belum cukup
untuk memenuhi segala kebutuhan operasional setiap partai politik.
Seperti
halnya APBN/APBD yang jumlahnya sangat terbatas. Bahkan Pramono Anung (Wakil
Ketua DPR-RI) menyatakan bahwa, pendanaan partai politik, bila mengandalkan
sumbangan APBN hanya akan bertahan untuk dua minggu saja. Selain itu melalui
sumbangan, baik perorangan maupun badan usaha yang jumlahnya juga telah
dibatasi oleh Undang-Undang.
Pemasukan terbesar setiap partai
politik hanyalah melalui iuran anggota yang tak terbatas jumlahnya. Hal
tersebut menimbulkan pernyataan bahwa: “kader partai politik yang menjabat
sebagai pejabat politik, baik di lembaga legislatif maupun yudikatif merupakan
mesin ATM parpol”. Melihat kondisi tersebut, mengakibatkan partai politik
selalu mencari cara dalam berburu dana ilegal.
Dengan berbagai cara, banyak partai
politik yang mencari dana secara sembunyi-sembunyi. Seperti halnya, akan
ditemukan para penyumbang yang tidak bersedia menyebutkan besar nilai
sumbangan. Ditambah pengurus partai politik tidak peduli dari mana para
penyumbang mendapatkan dana, sehingga transparansi pun tidak terjadi. Tidak
adanya transparansi dalam sistem keuangan partai politik tersebut mengakibatkan
politik transaksional pun akan terus terjadi.
Berkaca dari hal-hal tersebut, maka
tidak salah jika dinyatakan bahwa: “partai politik tidak bisa mencari dana,
kecuali korupsi”. Semua fakta tersebut dilatar belakangi untuk mempertahankan
dan meningkatkan eksistensi kekuasaan partai politik semata. Untuk mencoba
mengurangi atau mungkin menyelesaikan permasalahan tersebut, terdapat beberapa
hal yang perlu dicermati dan dilaksanakan.
Pertama, setiap partai politik harus
kembali berkaca dan melihat kembali tujuan dan fungsinya berdasarkan UU No. 2
tahun 2008 tentang Partai Politik. Yang diperlukan adalah implementasi nyata
Undang-Undang tersebut dari setiap partai politik.
Kedua, sumber pendapatan partai
politik dari uang negara, APBN/APBD, harus dimanfaatkan bukan untuk dana
operasional partai politik, tetapi lebih kepada peningkatan pendidikan politik
para kader dan masyarakat.
Ketiga,
memperbolehkan partai politik untuk berbisnis. Seperti, dibuatnya Badan Usaha
Milik Partai yang tidak boleh berhubungan langsung dengan APBN/APBD dan tidak
adanya pembatasan sumbangan. Namun, hal tersebut harus dilakukan secara terbuka
dan transparan kepada publik. Selain itu, perlu adanya pelembagaan yang mengedepankan
transparansi dan akuntabilitas pendanaan di setiap partai politik. Cara ini
diperlukan agar setiap partai politik tidak terikat dan terjebak dalam korupsi.
Dan
yang terakhir adalah dibuatnya Undang-Undang yang mengatur tentang Keuangan
Partai Politik. Pengaturan keuangan tersebut baik dalam hal pengeluaran,
pendapatan serta sanksi hukum. Cara-cara ini dapat diterapkan agar agenda
terselubung partai politik untuk menguras keuangan negara dapat dicegah dan
dihentikan sehingga partai politik harus berusaha sendiri memperoleh dana
halalnya untuk institusionalisasi politik.