Oleh:
Alfonsius Siringoringo
Partai
politik merupakan organisasi bersifat nasional dalam memperjuangkan dan membela
kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa dan negara, serta memelihara
keutuhan NKRI berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Namun kenyataannya, partai
politik telah melenceng dari tujuan dan fungsinya sebagaimana telah dijelaskan
dalam UU No. 2 tahun 2008 (telah direvisi dalam UU No.2 tahun 2011) tentang
Partai Politik.
Puncak
kekecewaan masyarakat terhadap partai politik hampir di ujung ubun. Hal ini
dibuktikan dengan semakin rendahnya tingkat partisipasi masyarakat dalam
pilkada yang telah berlangsung di beberapa daerah. Realita tersebut
memperlihatkan bahwa masyarakat sudah jenuh dan semakin tidak mempercayai lagi
keberadaan partai politik. Hal ini ditunjukkan ketika masyarakat memilih
pemimpin berdasarkan sosok pribadinya, bukan karena partainya yang besar atau
kecil.
Bentuk ketidakpercayaan masyarakat
semakin meluas ketika melihat pemberitaan berbagai kasus korupsi yang
melibatkan hampir semua partai politik. Mulai dari partai kecil hingga partai
besar, partai nasionalis hingga partai agamis, serta kader partai hingga
pejabat tinggi partai.
Hal tersebut terjadi karena rendahnya
standar dan kualitas yang dimiliki partai politik, lembeknya pengrekrutan
kader, serta akuntabilitas pengelolaan keuangan partai yang belum rapi dan
tidak mandiri. Selain itu, partai politik masih sangat bergantung pada elit
bermodal besar sehingga menyebabkan adanya korupsi sistematik dari hulu ke
hilir.
Dalam hal pengkaderan partai
politik, yang dibutuhkan adalah sistem yang baik dan ketat. Setiap partai
politik harus mendidik, membina, mempersiapkan serta menciptakan para kadernya
untuk menjadi pemimpin yang memiliki kejujuran dan integritas yang tinggi. Para
kader yang memiliki karakter kepemimpinan serta pemikiran-pemikiran yang
kreatif dan solutif dalam menjawab permasalahan bangsa, bukan para kader yang
hanya populer di kancah pertelevisian.
Hal ini dapat diwujudkan jika partai
politik sungguh-sungguh melaksanakan sistem pengrekrutan dan pendidikan kader
yang baik. Sistem tersebut dapat dilakukan mulai dari tingkat daerah hingga
tingkat pusat. Setelah diperbaikinya sistem pengkaderan partai di daerah, maka
para kader daerah terbaik dapat ditarik ke pusat, seperti contoh: Jokowi,
sehingga tidak lagi kader populer yang mengenalkan partainya, tetapi partainya
yang bisa memperkenalkan dan menciptakan para kader yang populer.
Kemudian, banyaknya kasus korupsi
yang melibatkan para kader dan petinggi partai politik, mengisyaratkan adanya
permasalahan serius dalam hal pendanaan atau sistem keuangan. Sistem keuangan
partai politik yang kurang transparan dan terkekang akibat adanya UU No. 2
tahun 2011 tentang Partai Politik yang telah mengatur sumber pemasukan partai,
membuat setiap partai harus bekerja keras untuk memenuhi segala kebutuhannya. -----> [2]
No comments:
Post a Comment