Wednesday, April 10, 2013

Merestrukturisasi Sistem Keuangan Partai Politik (1)


Oleh: Alfonsius Siringoringo

Partai politik merupakan organisasi bersifat nasional dalam memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa dan negara, serta memelihara keutuhan NKRI berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Namun kenyataannya, partai politik telah melenceng dari tujuan dan fungsinya sebagaimana telah dijelaskan dalam UU No. 2 tahun 2008 (telah direvisi dalam UU No.2 tahun 2011) tentang Partai Politik.    
Puncak kekecewaan masyarakat terhadap partai politik hampir di ujung ubun. Hal ini dibuktikan dengan semakin rendahnya tingkat partisipasi masyarakat dalam pilkada yang telah berlangsung di beberapa daerah. Realita tersebut memperlihatkan bahwa masyarakat sudah jenuh dan semakin tidak mempercayai lagi keberadaan partai politik. Hal ini ditunjukkan ketika masyarakat memilih pemimpin berdasarkan sosok pribadinya, bukan karena partainya yang besar atau kecil.
            Bentuk ketidakpercayaan masyarakat semakin meluas ketika melihat pemberitaan berbagai kasus korupsi yang melibatkan hampir semua partai politik. Mulai dari partai kecil hingga partai besar, partai nasionalis hingga partai agamis, serta kader partai hingga pejabat tinggi partai.
            Hal tersebut terjadi karena rendahnya standar dan kualitas yang dimiliki partai politik, lembeknya pengrekrutan kader, serta akuntabilitas pengelolaan keuangan partai yang belum rapi dan tidak mandiri. Selain itu, partai politik masih sangat bergantung pada elit bermodal besar sehingga menyebabkan adanya korupsi sistematik dari hulu ke hilir.
            Dalam hal pengkaderan partai politik, yang dibutuhkan adalah sistem yang baik dan ketat. Setiap partai politik harus mendidik, membina, mempersiapkan serta menciptakan para kadernya untuk menjadi pemimpin yang memiliki kejujuran dan integritas yang tinggi. Para kader yang memiliki karakter kepemimpinan serta pemikiran-pemikiran yang kreatif dan solutif dalam menjawab permasalahan bangsa, bukan para kader yang hanya populer di kancah pertelevisian.
            Hal ini dapat diwujudkan jika partai politik sungguh-sungguh melaksanakan sistem pengrekrutan dan pendidikan kader yang baik. Sistem tersebut dapat dilakukan mulai dari tingkat daerah hingga tingkat pusat. Setelah diperbaikinya sistem pengkaderan partai di daerah, maka para kader daerah terbaik dapat ditarik ke pusat, seperti contoh: Jokowi, sehingga tidak lagi kader populer yang mengenalkan partainya, tetapi partainya yang bisa memperkenalkan dan menciptakan para kader yang populer.
            Kemudian, banyaknya kasus korupsi yang melibatkan para kader dan petinggi partai politik, mengisyaratkan adanya permasalahan serius dalam hal pendanaan atau sistem keuangan. Sistem keuangan partai politik yang kurang transparan dan terkekang akibat adanya UU No. 2 tahun 2011 tentang Partai Politik yang telah mengatur sumber pemasukan partai, membuat setiap partai harus bekerja keras untuk memenuhi segala kebutuhannya. -----> [2]

No comments:

Post a Comment