Thursday, April 19, 2012

Biografi Ki Hajar Dewantara ( Soewardi Soerjadiningrat )


Penulis: Alfonsius JP Siringoringo

Raden Mas Soewardi Soerjadiningrat atau lebih akrab disebut Ki Hajar Dewantara merupakan salah satu pelopor pendidikan bagi bangsa Indonesia pada zaman penjajahan kolonial Belanda. Selain menjadi tokoh pendidikan Indonesia, beliau juga merupakan tokoh pergerakan nasional bagi bangsa ini di zamannya, politisi serta perintis dunia jurnalistik Indonesia. Pria yang lahir di Yogyakarta pada tanggal 2 Mei 1889 ini berasal dari lingkungan keluarga Keraton Yogyakarta. Bahkan karena besarnya jasa beliau terhadap pendidikan bagi bangsa ini, membuat hari kelahiran beliau pun diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional di Indonesia.

          Bapak pendidikan Indonesia yang mendapat gelar doktor honoriscausa dari Universitas Gadjah Mada ini, merupakan pendiri dari perguruan Taman Siswa yang memberikan kesempatan bagi kaum pribumi untuk mengecap indahnya bangku pendidikan. Selain itu, beliau juga turut serta dalam pendirian Budi Utomo bersama kedua rekannya Douwes Dekker dan Tjipto Mangoenkoesoemo.

          Di masa mudanya, beliau menamatkan pendidikan dasar di ELS (Sekolah Dasar Eropa/Belanda), setelah itu melanjutkan ke STOVIA (Sekolah Dokter Bumiputera) namun tidak sampai tamat dikarenakan sakit. Kemudian beliau bekerja sebagai penulis dan wartawan di beberapa surat kabar, seperti Sediotomo, Midden Java, De Expres, Oetoesan Hindia, Kaoem Moeda, Tjahaja Timoer dan Poesara. Di masanya, beliau merupakan salah satu penulis handal, karena tulisan-tulisannya begitu komunikatif serta tajam dengan semangat antikolonial. Artikel yang pernah beliau tulis berjudul:
“Een voor Allen maar Ook Allen voor Een" atau "Satu untuk Semua, tetapi Semua untuk Satu Juga" dan "Seandainya Aku Seorang Belanda" (Als ik eens Nederlander was), yang dimuat dalam surat kabar De Expres pimpinan Douwes Dekker tahun 1913. Isi artikel ini adalah kritik tajam terhadap pemerintah kolonial. Akibat dari tulisannya tersebut, ia ditangkap atas persetujuan Gubernur Jenderal Idenburg dan akan diasingkan ke Pulau Bangka atas permintaan beliau sendiri. Namun, kedua rekannya yang akrab disebut dengan tiga serangkai bersama beliau (Douwes Dekker dan Tjipto Mangoenkoesoemo) memprotes hal tersebut dan akhirnya mereka bertiga diasingkan ke Belanda pada tahun 1913.

          Selain ulet sebagai seorang wartawan muda, beliau juga aktif dalam organisasi sosial dan politik. Sejak berdirinya Boedi Oetomo tahun 1908, beliau aktif di seksi propaganda untuk menyosialisasikan dan menggugah kesadaran masyarakat Indonesia, terutama Jawa pada waktu itu mengenai pentingnya persatuan dan kesatuan dalam berbangsa dan bernegara, serta membidani Kongres pertama Boedi Oetomo di Yogyakarta. Karena, dalam pengasingannya di Belanda, beliau memanfaatkannya untuk aktif dalam organisasi para pelajar asal Indonesia. Dari sinilah ia kemudian merintis cita-citanya memajukan kaum pribumi dengan belajar ilmu pendidikan hingga akhirnya memperoleh Europeesche Akte, yaitu suatu ijazah pendidikan yang bergengsi dan kelak menjadi dasar dalam mendirikan lembaga pendidikan yang didirikannya yaitu Perguruan Nasional Tamansiswa.

          Dalam Pemerintahan Indonesia pun, beliau merupakan Menteri Pengajaran Pertama dalam kabinet pertama Republik Indonesia di bawah pimpinan Presiden Soekarno. Bagian dari semboyan sistem pendidikan ciptaan beliau, yaitu tut wuri handayani, menjadi, slogan Kementerian Pendidikan Nasional Indonesia hingga saat ini.

No comments:

Post a Comment