Penulis: Alfonsius JP Siringoringo
“Bangsa Indonesia krisis identitas. Pluralisme yang menjadi alasan berdirinya NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia), terancam,” ucap Gus Dur, selanjutnya beliau menjelaskan sejarah Indonesia sejak abad ke-18 telah menunjukkan kultur bangsa dan semangat yang berkobar, antara lain adanya konflik yang berbau SARA dan lain sebagainya. Meskipun demikian bangsa Indonesia pada tataran selanjutnya masih banyak terjadi konflik yang berbau SARA, seperti konflik yang terjadi antara Majelis Ulama Indonesia (MUI) dengan Ahmadiyah. Konflik tersebut menjadi konflik yang struktural, artinya konflik tersebut berlanjut dan dengan adanya tindakan nyata dari kedua belah pihak untuk saling memenangkan argumen mereka. Menurut MUI, pemerintah kurang tegas dalam menangani masalah tersebut sehingga menimbulkan masalah baru yang bersifat struktural dan berkelanjutan.
Faktor yang mendorong krisis identitas dalam mewujudkan kehidupan berbangsa dan bernegara terdiri dari dua faktor yang mendasar, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal merupakan faktor yang terjadi karena adanya kegiatan-kegiatan didalam sub sistem tersebut, yaitu ketika masa Orde Baru Pancasila dijadikan sebagai supported regime dan pada masa sekarang menjadi favourable dalam kekuasaan. Selain itu lengsernya kekuasaan Soeharto yang menandakan jatuhnya Orde Baru sebagai bentuk kekuasaan yang otoritarian. Sedangkan faktor eksternal merupakan faktor pendorong krisis identitas dari luar substansi, salah satunya yaitu setelah kehancuran Perang Dingin (1947-1991) antara Uni Soviet dengan Amerika Serikat sehingga memperkuat pertahanan keamanan di Amerika Serikat, sehingga Amerika Serikat disebut sebagai polisi dunia. Namun pengakuat sebagai polisi dunia pada negara Amerika Serikat tidak bisa dilakukan, hal tersebut dikarenakan jika Amerika Serikat menjadi polisi dunia maka Amerika Serikat berhak dan berkewajiban untuk melindungi semua negara di dunia ini. Adanya faktor-faktor tersebut Indonesia tidak lepas dari dampaknya yaitu adanya krisis identitas bangsa, dimana paham-paham yang muncul ditengah-tengah kehidupan masyarakat Indonesia. Ketika itu, banyak paham yang masuk seperti globalisasi dan fundamentalis.
Era globalisasi yang sedang melanda
masyarakat dunia, cenderung melebur semua identitas menjadi satu, yaitu tatanan
dunia baru. Masyarakat Indonesia ditantang untuk semakin memperkokoh jati dirinya.
Bangsa Indonesia pun dihadapkan pada problem krisis identitas, atau upaya
pengaburan (eliminasi) identitas. Hal ini didukung dengan fakta sering dijumpai
masyarakat Indonesia yang dari segi perilaku sama sekali tidak menampakkan
identitas mereka sebagai masyarakat Indonesia. Padahal bangsa ini mempunyai
identitas yang jelas, yang berbeda dengan kapitalis dan fundamentalis, yaitu
Pancasila. Krisis identitas yang mulai tergerus itulah yang menyebabkan
banyaknya perbedaan diantara golongan dan berdampak timbulnya konflik ataupun
permusuhan.
“Bangsa Indonesia krisis identitas. Pluralisme yang menjadi alasan berdirinya NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia), terancam,” ucap Gus Dur, selanjutnya beliau menjelaskan sejarah Indonesia sejak abad ke-18 telah menunjukkan kultur bangsa dan semangat yang berkobar, antara lain adanya konflik yang berbau SARA dan lain sebagainya. Meskipun demikian bangsa Indonesia pada tataran selanjutnya masih banyak terjadi konflik yang berbau SARA, seperti konflik yang terjadi antara Majelis Ulama Indonesia (MUI) dengan Ahmadiyah. Konflik tersebut menjadi konflik yang struktural, artinya konflik tersebut berlanjut dan dengan adanya tindakan nyata dari kedua belah pihak untuk saling memenangkan argumen mereka. Menurut MUI, pemerintah kurang tegas dalam menangani masalah tersebut sehingga menimbulkan masalah baru yang bersifat struktural dan berkelanjutan.
Faktor yang mendorong krisis identitas dalam mewujudkan kehidupan berbangsa dan bernegara terdiri dari dua faktor yang mendasar, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal merupakan faktor yang terjadi karena adanya kegiatan-kegiatan didalam sub sistem tersebut, yaitu ketika masa Orde Baru Pancasila dijadikan sebagai supported regime dan pada masa sekarang menjadi favourable dalam kekuasaan. Selain itu lengsernya kekuasaan Soeharto yang menandakan jatuhnya Orde Baru sebagai bentuk kekuasaan yang otoritarian. Sedangkan faktor eksternal merupakan faktor pendorong krisis identitas dari luar substansi, salah satunya yaitu setelah kehancuran Perang Dingin (1947-1991) antara Uni Soviet dengan Amerika Serikat sehingga memperkuat pertahanan keamanan di Amerika Serikat, sehingga Amerika Serikat disebut sebagai polisi dunia. Namun pengakuat sebagai polisi dunia pada negara Amerika Serikat tidak bisa dilakukan, hal tersebut dikarenakan jika Amerika Serikat menjadi polisi dunia maka Amerika Serikat berhak dan berkewajiban untuk melindungi semua negara di dunia ini. Adanya faktor-faktor tersebut Indonesia tidak lepas dari dampaknya yaitu adanya krisis identitas bangsa, dimana paham-paham yang muncul ditengah-tengah kehidupan masyarakat Indonesia. Ketika itu, banyak paham yang masuk seperti globalisasi dan fundamentalis.
No comments:
Post a Comment