Oleh Alfonsius Siringoringo
Di
suatu malam, terdengar dering ponsel saya yang tergeletak di atas meja.
Ternyata yang menelfon adalah senior saya – salah satu yang saya hormati dan
kagumi – di kampus maupun organisasi GMKI (Gerakan Mahasiswa Kristen
Indonesia). Ia mengajak saya untuk mengikuti pelatihan menulis GMKI yang diajar
oleh bang Samuel, sebagai perwakilan dari GMKI Cabang Bandung.
Saya
sempat berkelip dengan alasan-alasan klasik, menolak ikut pelatihan tersebut.
Dengan berbagai peraturan yang telah dijelaskan, sebenarnya semakin menguatkan
tekad saya untuk tidak mengikuti pelatihan selama hampir 4 hari itu. Entah
mengapa, selama dibujuk senior untuk mengikuti pelatihan tersebut, mulut saya
akhirnya mengeluarkan kata “iya”. Dengan berpikir sejenak di kamar kost yang
sunyi, akhirnya saya mulai meyakinkan diri untuk menjadi peserta di pelatihan
menulis GMKI.
Selama
berpikir, yang terlintas di benak saya hanyalah, bagaimana bisa membagi waktu
untuk hal-hal lainnya? Dengan mencoba berpikir positif ke depan, saya mengambil
kesimpulan. Ini semua adalah rencana-Nya, Tuhan ingin menuntun saya untuk
berbuat dan berkarya di negeri ini – layaknya Johanes Leimena, Jacob Tobing
atau mungkin yang lainnya. Setelah keluar dari pelatihan menulis, saya harus
bisa memperbaiki dan mengembangkan bakat menulis selama ini – meskipun tidak
tahu, apakah saya berbakat atau tidak. Kemudian, saya harus berkarya melalui
tulisan-tulisan yang akan dibuat, dengan sebebas-bebasnya mengeluarkan
pemikiran dan ide-ide yang ada di dalam kepala ini.
Setelah
3 hari mengikuti pelatihan menulis bersama 4 teman lainnya – 1 dari Bandung, 1
dari Riau, dan 2 dari Medan, saya begitu takjub melihat metode-metode yang disampaikan
bang Samuel. Sebelumnya saya pernah mengikuti pelatihan menulis di salah satu
Gereja besar Kota Bandung. Namun perbedaannya terlihat begitu kontras
berdasarkan ilmu dan pemahaman yang saya dapat. Saya yang dahulunya menulis
hanya karena faktor terpaksa dan mood-mood’an,
kini memiliki pemahaman dan pola pikir baru ketika melakukannya.
Memang
selama menulis akan menyita waktu dan pemikiran saya. Namun tidak menjadi suatu
masalah begitu saya mengetahui kenikmatannya. Sungguh begitu menyenangkan
ketika saya bisa menyelesaikan suatu tulisan dan akan menjadi kepuasan
tersendiri pula apabila para pembaca dapat memahami gagasan, ide-ide atau
bahkan belajar dari struktur kerangka penulisan yang sudah saya pelajari.
Selain itu, sungguh membanggakan pula jika gagasan tersebut dapat diterapkan di
tengah carut-marutnya kehidupan bangsa kita di masa ini.
Kelas
bang Samuel memang sudah selesai – ilmu yang dikasih pun tidak ada lagi – namun
saya akan selalu mencoba berkarya dengan tulisan-tulisan selanjutnya
berdasarkan pengetahuan yang telah dipelajari. Saya kini menyadari, berkarya
dengan tulisan, apalagi yang berkualitas dan mendidik, akan mengantarkan suatu
bangsa ke satu tahap abad yang lebih maju. Melalui suatu tulisan – karya yang
abadi – merupakan satu cara untuk mencerdaskan kehidupan bangsa kita.
No comments:
Post a Comment