Thursday, February 16, 2012

SUMBER PERSOALAN KORUPSI


posting by: Alfonsius JP Siringoringo

Dari berbagai wacana yang dominan, pemberantasan korupsi sangat ditekankan pada makna penegakan hukum, karen itu tidak heran kalau nyaring diperdengarkan pemidanaan yang lebih berat seperti, penjatuhan hukuman mati atau kemiskinan para terpidana korupsi.
        Telah lama didalilkan, pemidanaan ternyata bukan sarana ampuh mengurangi, menakut-nakuti apalagi meniadakan tindak pidana. Hal ini berlaku juga untuk perbuatan korupsi. Karena itu, pemberantasan korupsi, akan sulit berhasil secara signifikan kalau hanya mengandalkan penegakan hukum pidana.
        Secara hukum, korupsi dapat berakar di luar hukum pidana, khususnya hukum administrasi, hukum keperdataan, dan hukum tata negara. Beberapa kasus korupsi didalilkan sebagai hubungan keperdataan seperti kasus-kasus korupsi perbankan. Sejumlah kasus dikaitkan dengan hukum administrasi, seperti bleid (kebijakan) yang bersumber dari asas kebebasan bertindak (beleidsvrijheid, Freis Ermessen). Dalam kasus Bank Century, pemerintah mendalilkan tidak dapat dipidana karena tindakan pemerintah dilakukan sebagai beleid. Tentu saja tidak semua beleid kebal hukum, penyalahgunaan wewenang, dan lain-lain. Hal-hal ini harus dibuktikan menurut kaidah hukum administrasi, bukan hukum pidana sebagai jembatan memasuki hukum pidana. Di bidang hukum tata negara yang memberi kewenangan yang berlebihan kepada badan-badan ketatanegaraan dapat juga menjadi peluang Undang-undang yang memberi wewenang kepada DPR untuk mencampuri fungsi administrasi negara seperti penetapan peruntukan lahan, pelaksanaan anggaran, tidak jarang menimbulkan tindak pidana korupsi yang bersumber pada kaidah hukum tata negara.
        Tidak kalah penting faktor-faktor di luar hukum. Korupsi dalam kenyataan mencakup berbagai fenomena nonhukum (supra). Pertama; Fenomena politik. Sistem dan praktik politik yang dijalankan menjadi penyebab atau pendorong korupsi. Politik uang (money politic) sangat nyata timbul karena tatanan politik atau sistem bermain dalam politik. Kehebohan mengenai suap menyuap yang melibatkan anggota DPR, “mafia anggaran”, tidak dapat dipisahkan dari tatanan dan tingkah laku politik.
Kedua; Tingkah laku birokrasi. Birokrasi sebagai pusat konsentrasi keuangan negara dan proyek-proyek negara menjadi lahan susbur korupsi dan manipulasi. Korupsi dan manipulasi keuangan negara oleh birokrasi berjalan sejak hulu (penentuan program) sampai ke hilir (pelaksanaan). Ketiga; Tingkah laku sosial. Sikap masyarakat untuk “menerabas” demi suatu tujuan juga merupakan sumber besar korupsi. Kasus Nazaruddin dan yang lainnya tidak lepas dari tingkah laku yang menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan.
        Berbagai fenomena di luar hukum di atas merupakan kenyataan dalam peri kehidupan kenegaraan dan masyarakat kita. Bahkan dapat dikatakan sebagai faktor dominan yang menyebarkan korupsi. Karena itu, sangatlah penting melakukan pembaruan menyeluruh dan mendasar terhadap fenomena di luar hukum tersebut sebagai upaya memberantas korupsi di samping upaya penegakan hukum yang telah dan sedang dijalankan.

-Varia Peradilan-




No comments:

Post a Comment